Artikel & Berita



Perbanas: Pertumbuhan Profit Perbankan Tak Akan Sebaik Tahun Lalu
Jakarta–Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) mengaku kinerja industri perbankan akan sedikit terpengaruh dengan kondisi perekonomian saat ini, utamanya dari sisi penyaluran kredit dan perolehan keuntungan.

“Kinerja tidak ada masalah yang signifikan. Tapi karena ada tekanan-tekanan ekonomi, rupiah melemah akan pengaruhi perbankan, tentu. Apakah keuntungan dan kredit terpengaruh, ada tapi tidak akan banyak,” ucap Ketua Umum Perbanas Sigit Pramono, kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 2 Oktober 2013.

Seperti diketahui, Bank Indonesia (BI) telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5,8-6,2%, setelah merespon tingginya tingkat inflasi akibat penyesuaian harga bahan bakar minyal (BBM) bersubsidi dengan kenaikan suku bunga acuan (BI rate. Kenaikan BI rate sendiri mau tak mau akan menekan penyaluran kredit perbankan.

“Target pertumbuhan ekonomi sekarang 5,8%, itu direspon dengan pertumbuhan kredit juga. Bank menyesuaikan dengan kondisi ekonomi. Kalau mau tumbuhkan ekonomi itu kan kredit harus lebih kencang,” tutur Sigit.

Dari data statistik BI, tercatat perolehan laba bersih perbankan sebesar Rp59,39 triliun pada akhir Juli 2013, tumbuh 12,31% dalam setahunan dibanding Rp52,88 pada Juli 2012. Padahal setahun sebelumnya pertumbuhan laba bersih mencapai 24,74% dibanding Rp42,39 triliun pada Juli 2011.

Dari sisi kredit, pertumbuhannya sebesar 22,3% dalam setahunan dari Rp2.470,11 triliun pada Juli 2012, menjadi Rp3.021,12 triliun pada Juli 2013. Menurun bila dibanding dengan setahun sebelumnya yang mencapai 25,15% dari Rp1.973,59 triliun pada Juli 2012.

(Infobanknews.com)

---------------------------
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Askrindo (Persero) menandatangani nota kesepahaman (MoU) soal pemberian jasa asuransi kredit dengan Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM).
Antonius, Chandra S Napitupulu, Direktur Utama Askrindo, menuturkan MoU tersebut bertujuan untuk mengalihkan sebagian risiko kerugian yang timbul dari risiko ketidakpastian pelunasan pembiayaan oleh Mitra LPDB kepada Askrindo.
"Nota kesepahaman ini berlaku selama dua tahun terhitung sejak ditandatanganinya Kesepahaman ini oleh Askrindo dan LPDB," katanya, Rabu (25/9/2013).
Adapun potensi bisnis dari perjanjian MoU tersebut, yakni target penyaluran pada 2013 mencapai Rp 1,9 triliun, dengan realisasi penyaluran sebesar Rp 1 triliun pada periode Januari-Agustus 2013 dan yang belum disalurkan sebesar Rp 900 miliar.
"Diperkiraan premi hingga 2013 dengan asumsi rate 1,5 persen adalah sebesar Rp 13,5 miliar," katanya.
Hingga periode Agustus atau 8 bulan berjalan pada 2013, Askrindo telah membukukan laba mencapai 73,6 persen atau setara Rp 257,6 miliar dari target proposional tahun 2013 sebesar Rp 350 miliar. Secara year on year (YoY), nilai tersebut telah mengalami peningkatan sebesar 141,8 persen.
Hingga Agustus 2013, perusahaan mencatatkan laba sebelum pajak sebesar Rp 257,6 miliar atau setara dengan 73,6 persen dari target perusahaan yakni sebesar Rp 350 miliar.
Realisasi perolehan premi hingga Agustus 2013 sebesar Rp 949,3 atau telah melampaui target yang ditetapkan sebesar Rp 910 miliar.

 ---------------
Guna memperlambat pertumbuhan kredit perbankan agar selaras dengan kondisi perekonomian saat ini yang tengah melambat, baik dalam negeri maupun global, Bank Indonesia (BI) melakukan tindakan pengawasan (supervisory action) kepada perbankan nasional.
Deputi Gubernur BI, Halim Alamsyah, mengatakan tindakan pengawasan tersebut tidak dapat dituangkan dalam satu aturan tertentu mengingat tindakan pengawasan dilakukan secara rinci dan merata, baik bank berskala besar hingga kecil.
"Karena itu pendekatannya beda-beda setiap bank. Kami juga pantau kalau ada bank-bank yang gak seimbang strategi pendanaan dan strategi ekspansinya," tutur Halim di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (13/9).
Langkah pengawasan tersebut dilakukan BI guna menjaga pertumbuhan sektor perbankan tetap stabil dan berkesinambungan di tengah kondisi perekonomian yang sedang bergejolak.
"Kami ingin melakukan pencegahan saja, supaya saat dia (bank) ekspansi nanti terlalu tinggi, sementara fundingnya (pendanaan) ke depan misalnya dia gak terlalu mementingkan teori funding yang sehat, itu nanti merugikan dia (bank) juga," jelas Halim.
Dalam supervisory action tersebut, BI akan melihat berbagai indikator, salah satunya adalah rasio kredit terhadap pendanaan (loan to deposit ratio/LDR), agar bank tidak terlalu agresif dalam menyalurkan kredit.
"Tidak hanya LDR indikator buat kami, banyak indikator-indikator yang bisa berikan gambaran, apakah bank ini strateginya sudah seimbang atau belum, balance, mementingkan kepentingan bank-nya, juga mementingkan kepentingan ekonomi, sekaligus mementingkan supaya dia tidak jor-joran," tutup Halim (www.merdeka.com)

------------
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan pertumbuhan ekonomi yang menurun memang memungkinkan terjadinya kenaikan NPL. "Memang ada istilahnya itu tergantung dari kegiatan ekonomi, kalau (pertumbuhan ekonomi) menurun ada kemungkinan kenaikan NPL terjadi," ujar Halim yang ditemui di DPR, Selasa (27/8).

Ia menjelaskan, dari hasil stress test perbankan, untuk setiap 1 persen penurunan perekonomian atau pendapatan domestik bruto (PDB) terjadi kenaikan NPL sekitar 0,2-0,3 persen. "Kalau PDB turun 0,1-0,2 persen itu dampak akan kecil sekali," ujar dia.

Menurutnya, risiko kenaikan NPL adalah terkait permintaan domestik dan ekspor. Berbagai kondisi yang terjadi baik secara global seperti isu penghentian stimulus bank sentral AS dan domestik membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat. BI pun memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini akan mengarah ke batas bawah dari kisaran 5,8-6,2 persen.

Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) per Juni 2013, NPL secara gross masih terjaga di level 1,9 persen jauh di bawah batas maksimal yang ditetapkan sebesar 5 persen. Pertumbuhan kredit mencapai 20,6 persen yoy. Rasio kecukupan modal (CAR) cukup tinggi di level 18 persen dan rasio kredit terhadap DPK (LDR) sebesar 87,2 persen.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman Hadad, mengatakan Indonesia harus siap dengan perlambatan ekonomi. Namun, ia melihat adanya sisi baik dari isu pengentian stimulus The Feds. "Tapering off itu berarti ekonomi AS membaik. Kalau AS membaik, global membaik," ujar Muliaman.

Untuk mengantisipasi perlambatan tersebut, Muliaman mengatakan modal harus cukup. "Masing-masing institusi harus merespons ini semua. Kinerja asuransi, lembaga keuangan, bank dll jangan kena. Modal asuransi dll masih cukup," tambahnya.






No comments:

Post a Comment

Subscription (Please change this with your own)